Panggil saja aku Shana, lebih panjangnya Shanari Athira Rizki. Aku berasal dari kekuarga yang sederhana tidak kaya tetapi tidak pula dalam kelaparan. Untuk sekedar makan kami bisa sehari tiga kali dengan jumlah keluarga 2 orang dewasa dan 4 orang anak-anak. Ada aku, Ibu dan Bapak serta tiga saudara laki-laki. Kami berempat hidup bercukupan tetapi tidak berlebihan juga. Apa yang kami inginkan tidak semuanya bisa tercapai. Butuh waktu dan perjuangan untuk mendapatkannya.
Bapaku seorang supir, awalnya beliau tukang becak, kemudian supir taksi, supir bus, supir angkot, sampai supir tronton. Sepertinya Bapak telah menjelajahi berbagai bentuk stir mobil. Jam terbangnya pun sudah tinggi, kemampuanya memutar stir sudah mahir sekali.
Sedangkan Ibuku seorang pedagang, mulai dari pedagang rujak, gorengan, jajanan, sembako sampai pedagang keliling desa pun pernah Ibuku kerjakan. Apapun daganganya bagi ibuku yang penting lagi ramai dan laku. Meski keuntubgan yang Ibu dapatkan hanya sedikit, tetapi cukup untuk membantu perekonomian keluarga.
Aku adalah anak ke dua dari empat bersaudara. Aku terlahir sebagai anak yang paling cantik diantara tiga saudaraku. Akan tetapi aku juga yang paling kenyang membantu pekerjaan Ibu. Kerena menurut tradisi bahawa pekerjaan rumah yang mengerjakan adalah perempuan. Kaum laki-laki tugasnya seperti cari nafkah saja.
untuk urusan pendidikan pun sama. Bahwa, perempuan seberapapun tingginya pendidikan pasti kerjanya hanya berkisar dapur, kasur, dan sumur. Tetapi tidak dengan pendapat Bapaku, beliau ingin aku lanjut kuliah sampai S1. Akan tetapi, apalah daya untuk Bapak, mendapatkan8 uang untuk jajan anak-anaknya saja dibantu sama Ibu. Sehingga mimpi untuk S1 sepertinya hanya sekedar mimpi.
Aku memimpikan menjadi seorang sarjana,bisa menjadi guru dan kuliah S1. Akan tetapi, apalah daya ku hanya anak seorang supir dan pedagang kecil. Kuliah S1 butuh modal banyak, ada uang gedung, spp dan uang praktik yang harus keluar dalam jangka semester. Dan Ibuku tidak setuju, walaupun Bapak ngotot ingin aku lanjut kuliah apalah daya tak ada biaya yang kami dapat.
Aku pun harus menyadari kondisi ekonomi keluargaku. Aku tak mau memaksakan kehendaku. Menurunkan egoku demi keluarga lain.
"kita masih punya dua anak yang butuh dana untuk sekolah sampai SMA,kalau rumah ini dijual bagaimana?kita mau tinggal dimana?" begitulah ucapan Ibu saat menolak keinginan Bapak diungkapkan.
"udah Sha, kamu kerja dulu terus nabung buat kuliah kamu sendiri" Mas Ardhi memberikan solusi ketika kami makan bersama. Aku pun hanya mengagguk paham, arti solusi itu. Kulihat Bapak kecewa, tetapi aku meyakinkan Bapak bahwa aku akan kerja dulu untuk kuliah.
"Bapak berharap kamu bisa kuliah, supaya kamu bisa bantu keluarga kita. Kalau kamu sukses kan bisa bawa adik-adik ikut sukses juga." harapan Bapak ketika duduk santai berdua denganku. Aku hanya tersenyum dan bergumam "aku pasti kuliah Pak, aku pasti sukses"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar